Menanggapi pembahasan mengenai tenaga kerja perawat, anggota
DPD-MPR RI perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah, dr. Delis Julkarson Hehi yang
ditemui usai rapat di Gedung Nusantara V DPR/MPR RI menyampaikan persoalannya
saat ini, yaitu pada kesejahteraan dan mutu dari perawat itu sendiri. Selasa
(19/9/2017)
Delis menyampaikan pihak DPD RI khususya komite III terus
melakukan pengawasan terhadap UU No. 38 tahun 2014 tentang keperawatan. Saat
ini persoalan utamanya turunan dari undang-undang tersebut belum ada, termasuk
Perpres tentang konsil keperawatan yang sangat penting karena tugasnya menjamin
mutu keperawatan, kepastian hukum kepada perawat maupun masyarakat selaku
pengguna jasa perawat.
Sementara itu hampir semua daerah di Indonesia mengalami
surplus tenaga kerja perawat. Adapun tawaran penyerapan tenaga kerja ditekankan
bukan hanya di dalam negeri, melainkan juga bagaimana perawat dapat bekerja di
luar negeri dari beberapa negara yang membutuhkan seperti di Timur-Tengah,
Amerika, Eropa dan Australia. Namun hal itu pun disesuaikan dengan kompetensi
perawat khususnya pada kemampuan berbahasa Inggris.
“Kami mengajukan program pada kementrian kesehatan dan dikti
agar sekolah atau kampus keperawatan dapat dievaluasi kembali mengenai standar
pendidikannya sehingga dapat meningkatkan kompetensi”, ujar Delis.
Ia melanjutkan hal lainnya mengenai tenaga honor perawat
juga menjadi perhatian, karena banyak fasilitas kesehatan khususnya milik
pemerintah, seyogyanya menerapkan undang-undang ketenagakerjaan bahwa berlaku
upah minimun, namun ternyata kenyataannya perawat digaji jauh dibawah upah
minimun. Padahal mereka dimasukan dalam program kerja piket jaga, itu artinya
dianggap organik dalam satuan tersebut. Jadi sudah seharusnya tenaga kerja
perawat digaji sesuai upah minimum.
“Masalah mempekerjakan tenaga kerja tanpa memberikan gaji
ini harus menjadi perhatian pemerintah, artinya kalau memang membutuhkan
perawat, seharusnya dapat memperlakukannya secara adil dengan memberikan upah
yang layak,” ungkapnya.
Selain itu persoalan dalam pengajuan formasi CPNS seharusnya
juga pemerintah daerah dapat memprioritaskan skala kebutuhannya. Alokasi
kebutuhan kuota PNS ditentukan oleh Pemerintah Pusat serta Daerah setempat yang
mengatur masing-masing formasinya.
Delis menjelaskan secara khusus tenaga honorer K2 memang
pintu masuknya di-revisi Undang-undang Aparatur Sipil Negara sehingga perlu
menunggu beberapa waktu. Sementara itu dari hasil rapat bersama menteri
kesehatan, pihak DPD RI mendorong segera terbentuknya konsil keperawatan sesuai
dengan amanat Undang-undang, karena sudah terlambat setahun yang seharusnya
diselesaikan sejak 2016 lalu. Selanjutnya harus ada tunjangan profesi bagi
perawat maupun honorer, yang diperlakukan sama dengan upah minimun dan
penghapusan tenaga sukarela, terakhir yaitu memprioritaskan tenaga perawat
lokal sesuai dalam program nusantara sehat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar