Kehadiran media massa memiliki peran yang sangat
signifikan dalam berbagai aspek kehidupan manusia di bidang sosial, budaya,
ekonomi, dan politik. Dari aspek sosial-budaya, media adalah institusi sosial
yang membentuk definisi dan citra realitas serta dianggap sebagai ekspresi
sosial yang berlaku umum; Secara ekonomi, media adalah institusi bisnis untuk
memperoleh keuntungan dari berbagai usaha yang dilakoni; sedang dari aspek
politik, media memberi ruang atau arena pertarungan diskursuf bagi kepentingan
berbagai kelompok sosial-politik yang ada dalam masyarakat demokratis.
Denis McQuail (1987) mengemukakan sejumlah peran yang
dimainkan media massa, antara lain (1) Industri pencipta lapangan kerja,
barang, dan jasa serta menghidupkan industri lain utamanya dalam
periklanan/promosi, (2) Sumber kekuatan –alat kontrol, manajemen, dan inovasi
masyarakat, (3) Lokasi (forum) untuk menampilkan peristiwa masyarakat, (4)
Wahana pengembangan kebudayaan – tatacara, mode, gaya hidup, dan norma, (5)
Sumber dominan pencipta citra individu, kelompok, dan masyarakat.
Dari segi fungsi media massa dapat dilihat dalam
perspektif positivisme, bahwa media massa merupakan sarana dimana informasi
disebarkan komunikator yang dalam hal ini jurnalis kepada masyarakat luas.
Media massa dipandang sebagai alat yang netral dengan tugas utamanya
menyalurkan pesan. Berbeda dalam perspektif konstruktivisme, media tidak hanya
memiliki peran sebagai penyalur pesan, melainkan sebagai subjek dalam konstruksi
sosial, yang memiliki pandangan sendiri dan keberpihakan. Media massa merupakan
aktor konstruksi sosial yang mendefinisikan realitas. Informasi yang
disebarluarkan oleh media massa tidak hanya memberikan realitas sosial,
melainkan juga menunjukan konstruksi sosial dari media tersebut.
Dalam berbagai fenomena sosial, media massa bertugas
mendefinisikan peristiwa-peristiwa dalam berbagai perspektif sesuai dengan
kepentingannya. Di samping itu juga sudah menjadi rahasia umum apabila perusahaan
media massa dewasa ini sering dijadikan sebuah bagian dari kepentingan
kapitalis saja. Kapitalis yang dianggap sebagai pihak yang haus dengan harta
tersebut sudah menampakkan dirinya, bahkan sang pemilik pun tak ragu untuk
memamerkan namanya yang kini juga haus dengan tahta. Hal ini pun turut menjadi
sebuah pembicaraan menarik dalam ekonomi-politik media, sebagaimana kajian yang
dilakukan Vincent Mosco yang membahas komodifikasi, spasialisasi, dan
strukturisasi dalam ekonomi-politik media.
Berkaitan dengan aktifitas ekonomi-politik media, pada Januari 2018 ini
terdapat pemberitaan mengenai penjualan pulau Indonesia yang mencuat dari
sejumlah media massa. Dalam pemberitaan yang beredar, dikatakan bahwa sebuah
perusahaan asal Kanada, Private Island Inc. dalam situsnya privateislandsonline.com
mempublikasikan penjualan dua pulau Indonesia, yaitu Pulau Ajab di Kepulauan
Riau dan Pulau Tojo Una-una di Sulawesi Tengah. Informasi tersebut dihebohkan
oleh sejumlah media massa sebagai peristiwa yang sangat disayangkan karena
sebelumnya juga pernah terjadi kasus yang sama mengenai penjualan beberapa
pulau Indonesia.
Dilansir dari pemberitaan kompas.com (18/01/2018), pernyataan Menteri
Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Pandjaitan mengancam akan menempuh jalur
hukum apabila ada pihak yang memperjualbelikan pulau di Indonesia. Dia
menegaskan pulau-pulau di Nusantara tidak boleh diperjualbelikan oleh siapapun.
"Tidak boleh dilakukan. Kalau ada (yang jual), kita proses!" tegas
Menteri Luhut. Berita lainnya dari detik.com (17/01/2018), Menteri Koordinator
Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan bakal memeriksa situs yang menjual
pulau di Indonesia yang ramai belakangan ini. Situs privateislandsonline.com
lagi-lagi menjual pulau di Indonesia. Luhut mengatakan, sampai saat ini masih
belum mengetahui secara pasti kebenaran situs yang menjual beberapa pulau RI.
"Saya belum tahu, saya baru dengar di running
text. Itu saja, makanya saya baru mau periksa masuk kantor," kata
Luhut di Komplek Istana Presiden, Jakarta, Rabu (17/1/2018).
Pada kebanyakan pemberitaan dalam beberapa hari pasca publikasi
yang dilakukan Private Islands, dapat diperhatikan framing atau pembingkaian
isi pesan sejumlah media tidak tepat sesuai maksud dalam keterangan dari situs
privateisland, dan tidak secara menyeluruh mengklarifikasikan informasi
langsung ke pihak perusahaan terkait, melainkan mengarahkan konfirmasi kepada pihak
pemerintah mengenai peristiwa tersebut. Pihak pemerintah sebagai bagian dari
regulasi pun menanggapi isu itu tanpa penjelasan lebih jauh, namun hanya dengan
catatan melakukan penyelidikan terlebih dahulu. Pemberitaan yang responsif dengan
topik yang “seksi” pun tersebar ke khalayak secara massif melalui media online.
Mirisnya berita dari sejumlah media massa yang dianggap sebagai acuan
pemberitaan dan barometer informasi banyak menampakan kesamaaan model informasi
tanpa klarifikasi langsung ke pihak perusahaan terkait.
Robert Entman (1993) menjelaskan, “Framing essentially involves selection and salience. To frame is to
select some aspects of perceived reality and make them more salient in a
communicating text, in such a way as to promote a particular problem
definition, causal interpretation, moral evaluation and/or treatment
recommendation for the item described”. Yang berarti, "Framing atau
pembingkaian berita dasarnya melibatkan seleksi dan arti-penting. Membingkai
adalah memilih beberapa aspek realitas yang dirasakan dan membuatnya lebih
menonjol dalam teks komunikasi, sedemikian rupa untuk mempromosikan definisi
masalah tertentu, interpretasi kausal, evaluasi moral dan / atau rekomendasi
pengobatan untuk item yang diuraikan ".
Pembingkaian peristiwa lazim dilakukan media sebagai
komoditasnya, seperti dikatakan sebelumnya mengenai ekonomi-politik dan peran
media yang pada prosesnya melakukan komodofikasi, spasialisasi, dan
strukturisasi menjadi aktifitas industrinya. Berita penjualan pulau Indonesia itu
pun dibuat untuk mendapatkan perhatian khalayak serta prospek bisnisnya. Menurut
G. Fairhurst dan R. Sarr (1996), framing memiliki beberapa teknik, diantaranya
(1) metafora – untuk membingkai ide-ide konseptual melalui perbandingan dengan
yang lain. (2) cerita (mitos, legenda) – membingkai tema melalui cara-cara
naratif dan yang mudah diingat. (3) tradisi (ritual, seremonial). (4) slogan,
jargon – membingkai objek dengan frasa yang menarik untuk membuatnya dapat
mudah diingat. (5) artifak – objek dengan nilai simbolis intrinsik – sebuah
fenomena budaya yang lebih berarti dibanding objek itu sendiri. (6) kontras –
untuk menggambarkan sebuah objek dalam terminologi apa yang tidak. (7) spin –
untuk merepresentasikan sebuah konsep ke dalam berbagai macam cara untuk
mengirimkan sebuah penilaian baik positif maupun negatif yang mungkin saja
tidak tampak atau muncul guna menciptakan sebuah bias inheren dengan definisi.
Masyarakat informasi saat ini perlu mengulik isi
pemberitaan yang tersebar sebagai perbincangan massa sebelum menyebarkannya
lebih luas yang dengan mudah melalui media online, seperti di jejaring media
sosial dan sebagainya. Media melakukan pembingkaian peristiwa untuk merangsang
khalayak secara spontan sehingga dapat terlibat dan tergerus oleh arus
pemberitaan. Kita ketahui dewasa ini media massa membombardir massa dengan
beragam informasi dalam berbagai bentuk pembingkaian melalui Media Cetak, Media
Elektronik, hingga Media Baru (internet). Seringkali khalayak pun dibuat
terkecoh dengan pemberitaan dan kebanyakan para pengakses internet menyerap
informasi-informasi yang mendominasi untuk disebarluaskan kembali. Khalayak tidak
lagi mencoba untuk mengkritisinya, karena terlanjur menganggap benar semua
informasi yang terdapat di internet. Hal itupun yang kemudian menjadi peluang
dan membuat media massa mudah menggerakan massa melalui pembingkaian fenomena.
Referensi:
- Sobur. Alex. 2004. Analisis Teks Media. Remaja Rosdakarya. Bandung
- Eriyanto. 2002. Analisis Framing: Konstruksi, Ideologi, dan Politik Media. LkiS. Yogyakarta.
- Hamad, Ibnu. 2004. Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa. Granit. Jakarta.
- Denis McQuail. 1987. Mass Communication Theory (Teori Komunikasi Massa). Erlangga. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar