image: qureta.com |
“Tantangan dan Peluang Generasi
Abad 21”
Tibanya era informasi telah mengubah wajah dunia yang seakan
diretas oleh teknologi termutakhir, bernama interconnection-networking
atau yang disingkat Internet, yaitu suatu sistem komputerisasi dalam jaringan
global yang menghubungkan berbagai hal satu sama lainnya untuk saling bertukar
pesan. Perkembangannya semakin meluas dan membawa pengaruh yang sangat
signifikan, bahkan perlahan-lahan nampak menggeserkan perilaku
tradisional di samping modernitas yang maju bersama kelahiran generasi
millennial.
Generasi millenial atau Millenials adalah kelompok
demografis (cohort) setelah Generasi X. Generasi yang lahir diantara tahun
1980-an sampai 2000-an biasanya dikatakan sebagai generasi millennial. Jadi
dapat dikatakan generasi millennial adalah generasi muda masa kini yang saat
ini berusia dikisaran 15 – 34 tahun dengan persentase mencapai 34,45% dari
jumlah populasi penduduk Indonesia. Generasi millenial Indonesia pun akan
berperan penting jika dilihat dari skala jumlah populasi penduduk se-Asia
Tenggara. Mengutip data dari swa.co.id, bahwa dari sepuluh negara anggota
ASEAN diperkirakan jumlah total penduduknya mencapai 625 juta dan sebanyak
23%-nya adalah generasi millenial dari Indonesia.
Popularitas Internet terus meningkat bertepatan dengan
eksistensi generasi millennial. Dalam suasana futuristik generasi millenial pun
saat ini tentunya sedang menikmati kecanggihan perkembangan teknologi yang
jelas sangat berbeda dari era sebelumnya. Di samping itu terdapat tantangan
sekaligus peluang tersendiri yang harus dihadapi secara khusus pada pertumbuhan
generasi millenial saat ini. Jumlahnya diprediksi akan mendominasi populasi penduduk
usia produktif dalam kurun waktu 5 sampai 10 tahun ke depan. Namun tidak
menutup kemungkinan bahwa generasi muda Indonesia juga menjadi target
globalisasi yang dapat mengekang dan mengikis kearifan lokal bangsa atas nama
modernitas. Sebagai sumbangsi Millenials Indonesia pun dapat memanfaatkan
perkembangan teknologi dan informasi saat ini dengan saling berjejaring
menjalin konektivitas dan kolaborasi baik secara global maupun dalam kesatuan
bangsa Indonesia.
Kita ketahui bahwa internet telah memudahkan pengaksesan
data dan informasi secara meluas yang terhubung dari berbagai sumber seperti
melalui media online, olehnya itu pun diperuntuhkan untuk memenuhi berbagai
macam kebutuhan penggunanya. Namun perlu disadari juga penggunaan internet
turut membentuk perilaku tertentu dari penggunanya yang kemudian akan
memberikan dampak pada keberlangsungan hidup manusia serta lingkungannya. Hal
tersebut tentunya menjadikan kita untuk memposisikan diri dalam memahami ruang
lingkup dari perkembangan teknologi.
Menurut Blummer, J.G., dan E. Katz, ed. (1974), dikemukakan
bahwa terdapat perilaku tertentu yang dapat dilihat berdasarkan kebutuhannya
dalam menggunaan media online, diantaranya kebutuhan secara kognitif, afektif,
integratif personal, integratif sosial maupun hiburan sebagai pelepasan emosi.
Pengertian dari perilaku itu sendiri merupakan hasil dari
segala macam pengalaman serta interaksi manusia dengan lingkungannya yang
terwujud dalam bentuk pengetahuan, sikap dan tindakan. Dengan kata lain,
pentingnya menyadari perilaku dengan memahami, menyikapi, serta melakukan
tindakan yang tepat, sehingga dapat mencapai tujuan dari penggunaan teknologi
internet secara keseluruhan dalam kehidupan sehari-hari. Penggunaan internet
dengan platform seperti media sosial kebanyakan dimanfaatkan oleh generasi muda
sebagai ruang eksistensi gaya hidup yang kian mengarah pada pemaknaan
identitas, dan juga tanpa sadar menciptakan lingkungan pengguna yang memiliki
egosentris secara personal maupun kelompok dalam tautan masyarakat virtual.
J. Sudriyanto, (1992:4) menjelaskan egosentris didasarkan
pada keharusan individu untuk memfokuskan diri dengan tindakan apa yang dirasa
baik untuk dirinya. Egosentris mengklaim bahwa yang baik bagi individu adalah
baik untuk masyarakat. Orientasi etika egosentris bukannya mendasarkan diri
pada narsisisme, tetapi lebih didasarkan pada filsafat yang menitikberatkan
pada individu atau kelompok privat yang berdiri sendiri secara terpisah seperti
“atom sosial”. Merespon hal tersebut maka perlunya penanganan edukasi sejak
dini dalam memanfaatkan teknologi internet berserta ketersediaan informasi
secara tepat guna.
Melihat hasil survei yang dilakukan oleh APJII (Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia), jumlah pengguna Internet di Indonesia
terus mengalami kenaikan sebesar 44,6 juta dalam waktu 2 tahun (2014 – 2016).
Jika dibandingkan pada tahun 2014 yang hanya sebesar 88,1 juta pengguna, di
tahun 2016 adalah 132,7 juta pengguna atau sekitar 51,5% dari total jumlah
penduduk Indonesia sebesar 256,2 juta. Meningkatnya penggunaan internet pun
diperlukan kesadaran masyarakat dalam pemanfaatannya yang tidak hanya sebagai
peluang komersialisme, tetapi juga dapat memberikan kontribusi dan edukasi dalam
kemajuan bangsa Indonesia.
Di sisi lain mengenai perilaku penggunaan Internet pun
meningkat bersamaan dengan budaya konsumerisme masyarakat Indonesia, yang
terlihat dari kebanyakan mengunjungi konten web onlineshop mencapai sebesar
82,2 juta pengguna atau 62%, bisnis personal 45,3 juta pengguna atau 34,2%, dan
lainnya 5 juta pengguna atau 3,8%. Berdasarkan data tersebut maka diperlukan
penanggulangan yang dapat mengarahkan populasi generasi millenial Indonesia
untuk mengambil peran baik dalam memanfaatkan perkembangan teknologi dan
ketersediaan informasi.
Millenials membutuhkan kolaborasi serta kolektivitas dari
setiap individu yang memiliki caranya masing-masing dalam memenuhi kebutuhan
satu sama lainnya. Memahami visi menjadi langkah awal yang penting
diperbincangkan untuk menjaga konsistensi dalam tingginya fleksibilitas kerja
generasi millenial. Mengutip gagasan dari Hermawan Sutanto, Chief Commercial
Officer dari Bizzy.co.id, mengatakan ketergantungan generasi millenial pada
teknologi dan sifat mereka yang ingin selalu berkontribusi dalam komunitas, membuat
Millenials selalu ingin menggunakan produk dan jasa yang menggunakan teknologi.
Hal itu berarti, setiap anak muda saat ini berpotensi melakukan kolaborasi dan
memberikan kontribusi pada perkembangan teknologi itu sendiri melalui
penggunaannya yang hampir di setiap waktu.
Indonesia memiliki aset generasi millenial yang belum
sepenuhnya memiliki akses pemanfaatan internet secara maksimal dalam berbagai
aktitasnya. Adapun pengaksesannya tak mendominasi penggunaan informasi sebagai
edukasi, melainkan menjadi objek terpaan isu atau fenomena ke dalam tren sosial
atas bingkai media. Generasi millenial Indonesia tersebar di berbagai daerah
dengan pengetahuan yang berbeda-beda sesuai lingkungan dan pengalamannya dalam
memanfaatkan internet serta informasi, sehingga kolaborasi antar generasi pun
diperlukan dalam berbagai kegiatan untuk menemukan kesetaraan pemahaman
mengenai pemanfaatan internet beserta teknologi dan ketersediaan informasi.
Bahkan ketersediaan informasi sebagai komoditi tak terbatas dapat dikelola oleh
generasi millenial dalam berbagai bentuk gagasan konseptual dan futuristik
dengan menghasilkan karya apresiatif dan inovatif melalui sinergitas
dari berbagai ranah, seperti pemerintahan, pebisnis, akademisi, dan
komunitas.
Daftar Pustaka
· Blummer,
J.G., dan E. Katz, ed. 1974. The
Uses of Mass Communication: Current Perspectives on Gratifications Research.
Beverly Hill, CA: Sage.
· Agung Ramadhan. 2016. Skripsi; Perilaku Pengguna Media Online Pada
Komunitas Palu Skateboarding Dalam Memenuhi Kebutuhan Informasi. Universitas
Tadulako.
·
https://www.aprillins.com/2010/1428/tiga-teori-etika-lingkungan-egosentris-homosentris-ekosentris/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar