[Tinjauan Literatur] Fundamentalisme Media, Budaya, dan Perubahan Sosial - berandaagung

Breaking

Post Top Ad

Post Top Ad

Selasa, Oktober 03, 2017

[Tinjauan Literatur] Fundamentalisme Media, Budaya, dan Perubahan Sosial


'The medium is the message', menjadi istilah paling terkenal dari seorang ilmuwan komunikasi, Marshall Mcluhan. Mcluhan mengembangkannya sebagai teori yang kemudian menjadi sebuah konsep “desa global”. Desa global menggambarkan bagaimana teknologi komunikasi dapat mengecilkan bumi menjadi desa melalui informasi yang instan, tersedia di mana saja dan kapan saja. Artinya sebuah medium atau pesan dapat membawa perubahan dari berbagai hal, mulai dari budaya, sosial serta teknologi komunikasi yang digunakan.

Menurut McLuhan, medium atau yang disebut media dapat menciptakan lingkungan teknologi, jangkauan dan sifat mendasar, yang harus mengabaikan kekhawatiran apapun dengan efek semu dari kontennya yang spesifik, atau pesan tertentu. (Paul A. Taylor & Jan LI. Harris. 2008. Critical Theories of Mass Media: Then and Now. New York)

Sebuah media tentunya memiliki efek dari setiap pesannya. Efek dari pesan dapat membuat adanya sifat pergeseran budaya dengan pendekatan dan perspektif tertentu. Hal itu kemudian dapat membentuk perubahan sosial sebagai dampak dari umpan balik sebuah pesan yang menyentuh budaya melalui media. Di sisi lainnya, budaya juga dapat menjadi alat komunikasi layaknya media yang menyalurkan pesan satu ke yang lain dengan menyelami kebiasaan manusia dan lingkungannya.

John Storey dalam bukunya, Popular Culture to Everyday Life. Routledge (2014),  mengatakan bahwa budaya bukanlah sesuatu yang terbatas pada seni atau bentuk produksi intelektual yang berbeda, ini adalah aspek dari semua aktivitas manusia. Termasuk bagaimana berkembangnya media serta perubahan sosial. Secara spesifik budaya memiliki konsep yang sangat sulit untuk didefinisikan, walaupun sebenarnya semua sedang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Budaya berlangsung dalam pengalaman rutinitas yang biasa dan terstruktur, kemudian asumsi menormalkan dan melegitimasi rutinitas untuk membuat rutinitas lainnya tampak tidak normal. Pemahaman seperti itu memberi tahu kita sesuatu yang bisa kita setujui, tapi tidak memberi tahu kita banyak hal di luar sana. Meskipun tampaknya fundamental terhadap definisi apapun, namun konsepnya tidak sepenuhnya memadai.

Sementara pada perubahan sosial adalah istilah yang dimuat dalam proses mencapai kesepahaman antara manusia dalam melakukan pertukaran pesan. Hal ini tidak terbatas pada perubahan perilaku, perubahan sikap atau kesadaran, namun pada dasarnya menunjukkan adanya perubahan yang berasal dari penerapan praktik baru, cara baru dalam melakukan sesuatu oleh masyarakat atau individu.

Dari ketiga hal tersebut; media, budaya, dan perubahan sosial memiliki keterkaitan dalam mewakili keberlangsungan pesan yang diterima maupun diberikan dari atau untuk masyarakat itu sendiri, sehingga dapat dikatakan bahwa media, budaya dan perubahan sosial merupakan representasi pengetahuan yang terus berlangsung di masyarakat.

Representasi pengetahuan telah mengodekan pemahaman dalam sebuah sistem pakar yang berbasis pengetahuan. Bahasa representasi membuat seseorang atau kelompok tertentu dapat mengekspresikan pengetahuan yang dimiliki sehingga dapat digunakan untuk penalaran. Sebagaimana yang kita ketahui bahwa media, budaya dan perubahan sosial memiliki kecenderungan dalam mengkelompokan pemahamannya masing-masing sebagai suatu perspektif dalam menjalankan kehidupannya.

References:
- Paul A. Taylor & Jan LI. Harris. 2008. Critical Theories of Mass Media: Then and Now. New York
- John Storey. 2014. Popular Culture to Everyday Life. Routledge. London and New York.
- Pradip N. Thomas & Elske Van De Fliert. 2014. Interrogating the Theory and Practice of Communication for Social Change. Australia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Post Top Ad